Adab hari jum’at sesuai
sunnah Råsulullåh (ﷺ)
Berikut ini beberapa adab yang harus
diperhatikan bagi setiap muslim yang ingin menghidupkan syariat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat.
1. Memperbanyak Sholawat Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian
adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena
sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: ‘Bagaimana
ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi bersabda:
‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih.
HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)
Shalawat yang syar’i yaitu:
اللّهُمَّ
صّلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ
،
اللهُمَّ
بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ
Allåhumma shålli ‘alaa muhammad wa ‘alaa ali
muhammad,
kamaa shålayta ‘alaa ibråhiim wa ‘alaa ali
ibråhiim innaka hamidum majiid,
wa barik ‘alaa muhammad wa ‘alaa ali muhammad,
kamaa baaråkta ‘alaa ibrohiim innaka hamidum
majiid
artinya:
“Ya, Allah curahkanlah shalawat kepada Nabi
Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada
Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Ya Allah, curahkanlah barakah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana
Engkau telah curahkan barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
2. Mandi Jumat
Mandi pada hari Jumat wajib hukumnya bagi setiap
muslim yang balig berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasulullah
bersabda yang artinya,
“Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap
orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim
pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit
dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat sholat Jumat. Adapun
tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi janabah biasa. Rasulullah
bersabda yang artinya,
“Barang siapa mandi Jumat seperti mandi
janabah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Menggunakan Minyak Wangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang
artinya,
“Barang siapa mandi pada hari Jumat dan bersuci
semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke
masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat sesuai yang
ditentukan baginya dan ketika imam memulai khotbah, ia diam dan mendengarkannya
maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
4. Bersiwak
Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya membuat Bab
khusus tentang ditekankannya bersiwak pada hari Jum’at yaitu dalam dalam
Kitabul Jumu’ati Bab Ath-Thibbi Lil Jumu’ati, no. 880 dan Bab As-Siwaki Yaumul
Jumu’ati, no.hadits 887, 888, dan 889).
5. Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid
Abu Huråiråh rådhiyallåhu ‘anhu berkata bahwa,
“Nabi (ﷺ)
bersabda, ‘Apabila hari Jumat, maka para malaikat berdiri di pintu masjid
sambil mencatat orang yang datang dahulu, lalu yang dahulu (sesudah itu).
Perumpamaan orang-orang yang datang pada waktu yang paling awal adalah seperti
orang yang berkurban seekor unta, berkurban sapi, berkurban kambing kibas,
berkurban seekor ayam, lalu berkurban sebutir telur. Kemudian apabila imam
sudah keluar (dalam satu riwayat: duduk 4/79), para malaikat itu melipat
buku-buku catatannya dan mendengarkan zikir (khutbah).” (HR. Bukhari)
Anas bin Malik berkata,
“Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur
siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhari).
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata,
“Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai
sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan
kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat
tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.”
(Lihat Fathul Bari II/388)
6. Sholat Sunnah Ketika Menunggu Imam atau
Khatib
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat
Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga
selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at
ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)
7. Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika
Khatib Berkhotbah
“Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa
Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat sholat
Jumat ketika imam sedang berkhotbah.” (Hasan. HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
8. Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat
Rasulullah bersabda yang artinya,
“Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat
Jumat, maka sholatlah empat rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari
jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena
sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau
pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)
9. Membaca Surat Al Kahfi
Nabi bersabda yang artinya,
“Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada
hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.” (HR. Imam Hakim
dalam Mustadrok, dan beliau menshahihkannya)
Demikianlah sekelumit etika yang seharusnya
diperhatikan bagi setiap muslim yang hendak menghidupkan ajaran Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di hari Jumat. Semoga kita menjadi
hamba-Nya yang senantiasa di atas sunnah Nabi-Nya dan selalu istiqomah di atas
jalan-Nya. aamiin.
Wallahu a’lam bish shåwwab
HAKIKAT JUM’AT
Kata (الْجُمُْعَة)
dalam bahasa Arab berasal dari kata (جَمَعَ الشَّيْءَ)
yang berarti mengumpulkan sesuatu yang terpisah menjadi satu. Dan kata (الْجَمْعُ)
bisa bermakna jama’ah, yakni kumpulan manusia. Dan Muzdalifah disebut (الْجَمْعُ)
karena manusia (orang-orang yang berhaji) berkumpul di tempat tersebut.
Demikian pula hari dikumpulkannya manusia pada hari kiamat disebut (يَوْم
الْجَمْعِ).
Semua yang berasal dari kata ini, kembali kepada
makna “mengumpulkan” atau “berkumpul”. Dan hari Jum’at –yang sebelumnya oleh
orang-orang Arab disebut ‘Arubah- dinamakan (الْجُمُعَة)
karena manusia (kaum muslimin) berkumpul untuk menunaikan shalat Jum’at. Kata (الْجُمُعَةُ)
juga sering digunakan untuk mengungkapkan kata shalat yang dilakukan pada hari
Jum’at (waktu Dhuhur).[1]
Yang dimaksud dengan Jum’at di sini, yaitu nama
salah satu hari dari tujuh hari dalam satu pekan yang berada antara hari Kamis
dan hari Sabtu. Hari Jum’at ini adalah hari yang agung dan termulia diantara
hari-hari lain. Pada hari itu terdapat keistimewaan dan keutamaan serta
keterkaitan dengan sebagian hukum-hukum dan adab-adab syari’at sebagaimana akan
dijelaskan berikut ini.
KEUTAMAAN HARI JUM’AT
Hari Jum’at memiliki beberapa keutamaan
sebagaimana tertuang dalam beberapa hadits Nabi, diantaranya:
Pertama. Hari Jum’at adalah hari yang paling
utama diantara hari-hari lainnya.
Kedua. Nabi Adam Alaihissalamdiciptakan pada
hari Jum’at dan pada hari ini pula diwafatkan. Pada hari ini ia dimasukkan ke
dalam surga dan pada hari ini pula dikeluarkan dari surga.
Ketiga. Hari kiamat akan terjadi pada hari
Jum’at.[3]
Abu Hurairah Radhiyalahu 'anhu meriwayatkan,
bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
خَيْرُ
يَوْمٍ
طَلَعَتْ
عَلَيْهِ
الشَّمْسُ
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ،
فِيْهِ
خُلِقَ
آدَمُ،
وَفِيْهِ
أُدْخِلَ
الْجَنَّةَ،
وَفِيْهِ
أُخْرِجَ
مِنْهَا،
وَلاَ
تَقَوْمُ
السَّاعَةُ
إِلاَّ
فِي
يَوْمِ
الْجُمُعَة
.
"Sebaik-baik hari yang matahari terbit
padanya adalah hari Jum’at; pada hari ini Adam q diciptakan, pada hari ini
(Adam Alaihissalam) dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari ini pula ia
dikeluarkan dari surga. Dan tidaklah kiamat akan terjadi kecuali pada hari
ini.[HR Muslim, no. 854]
Dalam riwayat Aus bin Aus Radhiyallahu 'anhu
dengan lafal:
إِنَّ
مِنْ
أَفْضَلِ
أَيَّامِكُمْ
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ،
فِيْهِ
خُلِقَ
آدَمُ،
وَفِيْهِ
قُبِضَ،
وَفِيْهِ
النَّفْخَةُ،
وَفِيْهِ
الصَّعِقَةُ
.......
"Sesungguhnya seutama-utama hari kalian
adalah hari Jum’at ; pada hari ini Adam Alaihissalam diciptakan, pada hari ini
pula ia dimatikan, pada hari ini ditiupkan sangkakala (tanda kiamat), dan pada
hari ini pula hari kebangkitan"[4]
Keempat. Hari Jum’at merupakan keistimewaan dan
hidayah yang Allah berikan kepada umat Islam yang tidak diberikan kepada
umat-umat lain sebelumnya.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
نَحْنُ
اْلآخِرُوْنَ
اْلأَوَّلُوْنَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
وَنَحْنُ
أَوَّلُ
مَنْ
يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ
بَيْدَ
أَنَّهُمْ
أُوْتُوا
الْكِتَابَ
مِنْ
قَبْلِنَا
وَأُوْتِيْنَاهُ
مِنْ
بَعْدِهِمْ
فَاخْتَلَفُوْا
فَهَدَانَا
اللهُ
لِمَا
اخْتَلَفُوْا
فِيهِ
مِنَ
الْحَقِّ،
فَهَذَا
يَوْمُهُمُ
الَّذِيْ
اخْتَلَفُوْا
فِيْهِ
هَدَانَا
اللهُ
لَهُ
–قَالَ:
يَوْمُ
الْجُمْعَةِ-،
فَالْيَوْمُ
لَنَا
وَغَداً
لِلْيَهُوْدِ
وَبَعْدَ
غَدٍ
لِلنَّصَارَى.
"Kita adalah umat yang datang terakhir tapi
paling awal datang pada hari kiamat, dan kita yang pertama kali masuk surga,
cuma mereka diberi Kitab sebelum kita sedangkan kita diberi Kitab setelah
mereka. Kemudian mereka berselisih, lalu Allah memberi kita hidayah terhadap
apa yang mereka perselisihkan. Inilah hari yang mereka perselisihkan, dan Allah
berikan hidayah berupa hari ini kepada kita (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebut hari Jum’at). Maka hari (Jum’at) ini untuk kita (umat Islam), besok
(Sabtu) untuk umat Yahudi dan lusa (Ahad) untuk umat Nasrani".[HR Muslim,
no. 855]
Dalam riwayat lain dari Hudzaifah Radhiyallahu
'anhu dengan lafadz:
أَضَلَّ
اللهُ
عَنِ
الْجُمُعَةِ
مَنْ
كَانَ
قَبْلَنَا،
فَكَانَ
لِلْيَهُوْدِ
يَوْمُ
السَّبْتِ
وَكَانَ
لِلنَّصَارَى
يَوْمُ
اْلأَحَدِ،
فَجَاءَ
اللهُ
بِنَا
فَهَدَانَا
اللهُ
لِيَوْمِ
الْجُمُعَةِ
فَجَعَلَ
الْجُمُعَةَ
وَالسَّبْتَ
وَاْلأَحَدَ،
وَكَذَلِكَ
هُمْ
تَبَعٌ
لَنَا
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ،
نَحْنُ
اْلآخِرُوْنَ
مِنْ
أَهْلِ
الدُّنْيَا
وَاْلأَوَّلُوْنَ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
الْمَقْضِيَّ
لَهُمْ
قَبْلَ
الْخَلاَئِقِ.
Allah telah menyesatkan orang-orang sebelum kita
dari hari Jum’at, maka umat Yahudi memperoleh hari Sabtu, umat Nasrani memperoleh
hari Ahad. Lalu Allah mendatangkan kita dan memberi kita hidayah untuk
memperoleh hari Jum’at. Maka Allah menjadikan hari Jum’at, Sabtu dan Ahad, dan
mereka (umat sebelum kita) berada di belakang kita pada hari kiamat. Kita
datang paling akhir di dunia, tetapi paling awal datang di hari kiamat yang
telah ditetapkan untuk mereka sebelum diciptakan seluruh makhluk" [HR
Muslim, no. 856]
Kelima. Pada hari Jum’at ini terdapat saat-saat
terkabulnya do’a, terutama pada akhir-akhir siangnya setelah Ashar.
Berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ
فِي
الْجُمُعَةِ
لَسَاعَةً
لاَ
يُوَافِقُهَا
مُسْلِمٌ
قَائِمٌ
يُصَلِّيْ
يَسْأَلُ
اللهَ
خَيْراً
إِلاَّ
أَعْطَاهُ
إِيَّاهُ،
قَالَ:
وَهِيَ
سَاعَةٌ
خَفِيْفَةٌ.
“Sesungguhnya pada hari Jum’at ada saat-saat,
yaitu seorang muslim tidaklah ia berdiri shalat dan meminta kebaikan kepada
Allah, melainkan Allah akan memberinya.” Lalu Beliau berkata,”Dan saat-saat
tersebut adalah saat yang singkat.” [HR Muslim, no. 852]
Dalam riwayat Jabir Radhiyallahu 'anhu Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
يَوْمُ
الْجُمُعَةِ
اثْنَتَا
عَشْرَةَ
سَاعَةً
لاَ
يُوْجَدُ
فِيْهَا
عَبْدٌ
مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ
اللهَ
شَيْئاً
إِلاَّ
آتَاهُ
إِيَّاهُ،
فَالْتَمِسُوْهَا
آخِرَ
سَاعَةٍ
بَعْدَ
الْعَصْرِ.
"(Siang) hari Jum’at itu dua belas jam.
Tidaklah didapati seorang hamba muslim pada saat-saat ini meminta sesuatu
kepada Allah, melainkan Allah akan memberinya. Maka carilah pada akahir
saat-saat tersebut setelah Ashar" [5].
PERKARA-PERKARA YANG DISYARI’ATKAN PADA HARI
JUM’AT
Hari Jum’at, disamping memiliki keutamaan
sebagaimana telah disebutkan di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
menetapkan syari’at khusus untuk hari ini, yaitu;
Pertama : Shalat Jum’at.
Mengenai shalat Jum’at ini akan dikupas beberapa
hal berikut ini.
a). Kewajiban menunaikan shalat Jum’at.
Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala,
يَا
أَيُّهَا
الَّذِينَ
آمَنُوا
إِذَا
نُودِيَ
لِلصَّلاةِ
مِنْ
يَوْمِ
الْجُمُعَةِ
فَاسَعَوْا
إِلَى
ذِكْرِ
اللَّهِ
وَذَرُوا
الْبَيْعَ
ذَلِكُمْ
خَيْرٌ
لَكُمْ
إِنْ
كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila
diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui" [Al Jumu’ah: 9]
Kewajiban ini bersifat fardhu ‘ain atas setiap
muslim secara berjama’ah, kecuali lima golongan yaitu: hamba sahaya, wanita,
anak kecil (yang belum baligh), orang sakit dan musafir. Hal ini berdasarkan
beberapa riwayat berikut.
Dari Thariq bin Syihab dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
الْجُمْعَةُ
حَقٌّ
وَاجِبٌ
عَلَى
كُلِّ
مُسْلِمٍ
فِيْ
جَمَاعَةٍ
إِلاَّ
أَرْبَعَةٌ:
عَبْدٌ
مَمْلُوْكٌ،
أَوِ
امْرَأَةٌ،
أَوْ
صَبِيٌّ،
أَوْ
مَرِيْضٌ.
"(Shalat) Jum’at itu adalah wajib atas
setiap muslim secara berjama’ah, kecuali empat (golongan) yaitu: hamba sahaya,
wanita, anak kecil (yang belum baligh) atau orang sakit" [6]
Dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
لَيْسَ
عَلَى
الْمُسَافِرِ
جُمْعَةٌ
"Tidak ada kewajiban atas musafir (untuk
menunaikan) shalat Jum’at" [HR Ad-Daruquthni.II/4]
b). Keutamaan menunaikan shalat Jum’at.
Tidaklah syari’at memerintahkan suatu perkara,
melainkan diiringi dengan janji berupa balasan kebaikan, keutamaan dan pahala
sebagai pendorong bagi orang-orang yang mau menunaikan perintah tersebut.
Diantaranya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ
اغْتَسَلَ
ثُمَّ
أَتَى
الْجُمُعَةَ
فَصَلَّى
مَا
قُدِرَ
لَهُ
ثُمَّ
أَنْصَتَ
حَتَّى
يَخْلُوَ
مِنْ
خُطْبَتِهِ
ثُمَّ
يُصَلِّي
مَعَهُ
غُفِرَ
لَهُ
مَا
بَيْنَهُ
وَبَيْنَ
الْجُمُعَةِ
اْلأُخْرَى
وَفَضْلُ
ثَلاَثَةِ
أَيَّامٍ.
"Barangsiapa mandi (wajib) kemudian
mendatangi (shalat) Jum’at, lalu ia shalat –sunnat- (sebelum imam datang) sekuat
kemampuannya, kemudian diam seksama (mendengarkan imam berkhuthbah) sampai
selesai dari khuthbahnya, lalu shalat bersamanya, maka akan diampuni (dosanya)
antara Jum’at tersebut dengan Jum’at lainnya (sebelumnya) ditambah tiga
hari". [HR Muslim, no. 857]
Dalam hadits yang lain Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ
وَالْجُمُعَةُ
إِلَى
الْجُمُعَةِ
وَرَمَضَانُ
إِلَى
رَمَضَانَ
مُكَفِّرَاتٌ
مَا
بَيْنَهُنَّ
إِذَا
اجْتُنِبَتِ
الْكَبَائِرُ.
"(Antara) shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at
dan Ramadhan ke Ramadhan, terdapat penghapus dosa-dosa, selama tidak melanggar
dosa-dosa besar." [HR Muslim, no. 233]
c). Ancaman terhadap orang yang meninggalkan
shalat Jum’at.
Disamping menjelaskan tentang keutamaan
menunaikan shalat Jum’at, syari’at juga menjelaskan ancaman terhadap
orang-orang yang meninggalkan shalat Jum’at karena meremehkannya. Dalam hal ini
terdapat beberapa hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, diantaranya:
Sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam,
لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ
عَنْ
وَدْعِهِمُ
الْجُمُعَاتِ
أَوْ
لَيَخْتِمَنَّ
اللهُ
عَلَى
قُلُوْبِهِمْ
ثُمَّ
لَيَكُوْنُنَّ
مِن
الْغَافِلِيْنَ.
"Sungguh hendaknya orang-orang itu berhenti
dari meninggalkan shalat Jum’at atau (kalau tidak maka) Allah akan mengunci
hati-hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang-orang yang lalai."[
[HR Muslim, no. 856]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَقَدْ
هَمَمْتُ
أَنْ
آمُرَ
رَجُلاً
يُصَلِّي
بِالنَّاسِ
ثُمَّ
أَحْرَقَ
عَلَى
رِجَالٍ
يَتَخَلَّفُوْنَ
عَنِ
الْجُمُعَةِ
بُيُوْتَهُمْ.
"Sunguh saya bertekad untuk memerintahkan
seseorang mengimami shalat bagi manusia, kemudian saya bakar rumah orang-orang
yang meninggalkan (shalat) Jum’at." [HR Muslim, no. 652]
Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَنْ
تَرَكَ
ثَلاَثَ
جُمَعٍ
تَهَاوُناً
بِهَا
طَبَعَ
اللهُ
عَلَى
قَلْبِهِ.
"Barangsiapa meninggalkan shalat Jum’at
sebanyak tiga kali karena meremehkannya, maka Allah akan mengunci
hatinya." [7]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
bersabda,
مَنْ
تَرَكَ
ثَلاَثَ
جُمُعَاتٍ
مِنْ
غَيْرِ
عُذْرٍ
كُتِبَ
مِنَ
الْمُنَافِقِيْنَ.
"Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat
Jum’at tanpa udzur, maka dia tercatat sebagai golongan orang-orang
munafik." [8]
d). Waktu pelaksanaannya.
Waktu pelaksanaannya adalah pada waktu Dhuhur,
berdasarkan riwayat dari Anas Radhiyallahu 'anhu,
أَنَّ
النَّبِيَّ
كَانَ
يُصَلِّي
الْجُمُعَةَ
حِيْنَ
تَمِيْلُ
الشَّمْسُ.
"Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menunaikan shalat Jum’at ketika matahari tergelincir (yakni masuk waktu
Dhuhur)." [HR Al-Bukhari, no. 862]
Sebagian ulama membolehkan pelaksanaannya
–beberapa saat- sebelum masuk waktu Dhuhur (sebelum matahari benar-benar
tergelincir). Mereka berdalil dengan riwayat dari Jabir bin Abdullah
Radhiyallahu 'anhu ketika ia ditanya, “Kapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menunaikan shalat Jum’at?” Dia menjawab,”(Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam) pernah menunaikan shalat Jum’at, kemudian (selesai shalat) kami pergi
menuju unta-unta kami untuk mengistirahatkannya ketika matahari
tergelincir." [HR Muslim, no. 858] (Berarti Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah shalat Jum’at sebelum matahari tergelincir).
Kedua. Khuthbah Jum’at.
a). Hukumnya.
Khutbah Jum’at hukumnya wajib, karena Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya, dan berdasarkan
keumuman sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam,
صَلُّوْا
كَمَا
رَأَيْتُمُوْنِيْ
أُصَلِّيْ.
"Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku
shalat." [HR Al-Bukhari, no. 605]
Khuthbah Jum’at ini termasuk dalam rangkaian
pelaksanaan shalat Jum’at yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya sebelum shalat.
terimakaih untuk ajarannya
BalasHapusinsya Allah bisa di terapkan
ijin copas semoga bermanfaat
BalasHapusIjin donlot utk berbagi, semoga bermanfaat
BalasHapusIjin Share , Moga Berkah
BalasHapusAlhamdulillah bisa bermanfaat
BalasHapusAlhamdulillah semoga berkah
BalasHapusAlhamdulillah semoga berkah
BalasHapusSubhanallah sangatlah bermanfaat :)
BalasHapusAlhamdulillah sangat bermanfaat..
BalasHapus